The Department of Biology

Faculty of Mathematics and Natural Sciences Universitas Indonesia

Hari Laut Sedunia : Bagaimana Kondisi Laut Indonesia Selama Masa Pandemi Covid-19?

Pernahkah kita membayangkan bagaimana kondisi laut Indonesia selama masa pandemi Covid-19?

Hari laut sedunia diperingati setiap tanggal 8 juni. Meski lebih dari separuh wilayah Indonesia adalah laut, peringatan hari laut Sedunia nampaknya masih belum begitu populer.

Mengusung tema The Ocean: Life and Livelihoods, hari laut di Indonesia direpresentasikan sebagai lautan sebagai kehidupan dan sumber kehidupan seluruh makhluk. Tema ini diambil PPB karena laut menutupi lebih dari 70 persen planet bumi.

Indonesia merupakan negara dengan potensi kelautan terbesar di dunia. Memiliki lebih dari 16.056 pulau dengan garis pantai terpanjang yakni lebih dari 99.000 KM (data Badan Informasi Geospasial).

Indonesia yang juga memiliki wilayah terumbu karang terluas di Asia Tenggara, kini berhadapan dengan ancaman kerusakan ekosistem laut yang semakin serius akibat pemanfaatan besar-besaran oleh aktivitas manusia seperti over fishing yang hingga kini masih terjadi, meluasnya kerusakan ekosistem mangrove dan lamun akibat alih fungsi, serta pencemaran dan sampah yang tidak ada ada habisnya.

Belum usai permasalahan serius tersebut diatasi, masalah lain muncul akibat pandemi Covid-19 dan berimbas pada rencana pemerintah dalam penanganan sampah plastik di laut.

Apa dampak pandemi terhadap ekosistem laut?

Sebelum pandemi Covid-19 melanda hampir diseluruh penjuru dunia, telah banyak dilaporkan berbagai hewan memakan atau terjerat sampah plastik di laut. Hewan tersebut akhirnya mati karena plastik meyumbat system pencernaan atau sistem pernapasannya. Sampah-sampah itu juga ditemukan menutupi substrat hutan mangrove, lamun atau terumbu karang sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan biota laut.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Tim LIPI pada pertengahan tahun 2020 mengungkap fakta bahwa  pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdampak pada meningkatnya penggunaan plastik sebagai kemasan belanja online. Aktivitas belanja online menjadi pola baru bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan di masa ini, karena dinilai efektif dalam memutus rantai Covid-19 dibandingan dengan belanja secara fisik di masa PSBB. Begitu juga dengan penggunaan layanan pengiriman makanan lewat jasa transportasi online. Padahal, 96% paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap. Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan.

Masih di pertengahan tahun 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan total sampah medis yang merupakan kategori B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-19 di Indonesia kini telah mencapai 1.100 ton. Sebagian besar sampah tersebut ditemukan di Laut.

Menanggapi hal tersebut, pakar kelautan FMIPA UI Dr. Mufti Petala Patria mengatakan, kemasan plastik sekali pakai sebagai pembungkus belanja online tentu berdampak pada peningkatan jumlah volume sampah di laut, dan akan memperparah kondisi biota laut. Pasalnya, sampah-sampah plastik itu cepat atau lambat akan terdegradasi menjadi mikroplastik. Mikroplastik dapat merusak sistem jaringan makanan hewan laut yang biasanya dikonsumsi oleh manusia.

“Plastik yang sudah terdegradasi menjadi ukuran kecil (< 5 mm) yang dikenal dengan mikroplastik. Mikroplastik dapat masuk ke dalam sistem jaringan makanan hewan laut termasuk plankton yang merupakan makanan ikan. Bahayanya ketika plankton dimakan oleh ikan yang biasa dikonsumsi manusia. Nantinya, mikroplastik akan terakumulasi di tubuh ikan tersebut dan masuk ke dalam jaringan tubuh manusia”. ungkapnya kepada tim humas FMIPA UI.

Kini bukan hanya plastik kemasan, tapi masker sekali pakai yang saat ini wajib dikenakan semua orang sebagai langkah pencegahan penularan covid juga terbuat dari bahan sintetik berupa serat fiber polyester. Masker tersebut  pastinya akan dibuang menjadi sampah, dan menambah beban pencemaran lingkungan. Kekhawatiran lainnya muncul jika sampah masker tersebut telah membawa serta mikroorganisme patogen yang menempel, dan melepas bahan aditif berbahaya ke dalam ekosistem perairan.

Solusi Penanggulangan Sampah Plastik dan Masker

Untuk mencegah pencemaran laut, Dr. Mufti menganjurkan kepada masyarakat untuk meminimalisir penggunaan plastic sekali pakai, dan mengelola kembali sampah plastic menjadi produk lain yang bernilai ekonomi dan bermanfaat.

Sedangkan untuk sampah masker, dapat dibakar dengan teknologi dan cara yang tepat agar tidak menyebabkan pencemaran udara.

“Perlu pengolahan kembali sampah plastic menjadi produk lain. Untuk sampah masker atau plastic yang sdh tidak dapat digunakan lagi, dapat dibakar dengan teknologi yang baik, sehingga tidak meyebabkan pencemaran udara”. kata Dr. Mufti.

Sumber berita : https://sci.ui.ac.id/

Share this to:
Facebook
LinkedIn
Telegram
X
WhatsApp